<$BlogRSDUrl$>

Tuesday, July 13, 2004

Menikmati hidup 

Memang sesungguhnyalah, kita harus mengakui adanya kenyataan betapa ulah manusia, yaitu diri sendiri, telah mem­buat dunia ini menjadi suatu tempat tinggal yang kotor dan tidak enak di­tinggali. Alam yang begitu sejuk, segar dan bersih seperti yang terdapat di pe­gunungan atau di dusun-dusun sunyi, se­gera berubah menjadi panas, pengap dan kotor setelah penuh oleh manusia. Ba­nyak memang terdapat mahluk hidup di dunia ini, namun, betapapun nyaring sua­ra mahluk-mahluk itu, tidak ada yang seperti suara manusia ketika mereka saling bicara. Suara manusia pada umum­nya sudah penuh dengan nafsu, penuh dengan keinginan mengejar senang, penuh dengan kedukaan, penuh dengan kemarah­an, kebencian! Kalau kita memasuki se­buah pasar yang penuh manusia, men­dengarkan suara, manusia dalam pasar i­tu, lalu membandingkannya dengan suara burung-burung dan binatang-binatang di dalam hutan, akan nampak perbedaan yang teramat besar.

Kita tidak pernah dapat menikmati hidup, tidak pernah dapat menikmati sebuah tempat. Yang tinggal di kota ingin lari ke gunung, lari dari kebising­an dan menganggap bahwa keheningan akan lebih menyenangkan. Sebaliknya, kalau dia sudah tinggal di gunung, diapun masih akan menderita karena merasa kesepian dan ingin kembali ke kota! Ja­rang terdapat orang yang benar-benar dapat menikmati keindahan alam, dan kalaupun ada, hanya dapat dihitung dengan jari saja agaknya! Kita baru dapat menikmati keindahan alam apabila kita tidak membanding-bandingkan, apa­bila pikiran kita kosong, tidak dipenuhi ke­sibukan, apabila di dalam pikiran tidak terdapat gambaran tentang si aku dan tentang apa yang kusenangi dan tidak kusenangi. Keindahan dan kebahagiaan bukan berada di luar diri kita sendiri, keindahan dan kebahagiaan hanya ter­dapat pada jiwa yang bebas, bebas dari ikatan suka dan tidak suka yang men­jadi permainan pikiran, yaitu pencipta si aku.


|

This page is powered by Blogger. Isn't yours?