<$BlogRSDUrl$>

Tuesday, May 04, 2004

Kewaspadaan setiap saat terhadap diri sendiri  

Sudah menjadi kebiasaan kita pada umumnya, untuk selalu menilai perbuatan-perbuatan kita yang sudah lalu, menim­bulkan penyesalan, rasa takut, dan se­bagainya. Bahkan telah kita terima se­bagai sesuatu yang benar dan mutlak penting bahwa penyesalan akan penguatan yang lampau dapat menyadarkan kita dan membuat kita tidak lagi melakukan per­buatan yang kita anggap keliru dan yang mendatangkan penyesalan itu. Akan te­tapi, benarkah ini? Beharkah bahwa pe­nyesalan dapat membersihkan kita dari perbuatan sesat di masa mendatang?

Penyesalan selalu datang kalau perbuatan itu SUDAH dilakukan. Dan biasanya, seperti yang dapat kita lihat setiap hari, di sekeliling kita, dalam kehidupan masyarakat, dalam kehidupan kita sen­diri, penyesalanpun akan makin lama makin menipis dan kemudian hilang. Sementara itu, perbuatan kita masih saja penuh dengan kesesatan! Kemudian, se­telah menilai dan mengingat, timbul penyesalan kembali. Perbuatan sesat dan penyesalan hanya susul-menyusul belaka, seperti dalam lingkaran setan yang tiada putus-putusnya! Seperti kalau kita makan makanan yang pedas, yang terasa enak segar di mulut namun sesungguhnya tidak baik bagi perut. Ketika makan amatlah enaknya sehingga kita yang terlalu me­mentingkan keenakan itu tidak lagi ingat kepada perut kita sendiri. Baru setelah perut kita sakit melilit-lilit, kita merasa menyesal dan sadar bahwa terlalu banyak makanan pedas itu tidak baik untuk pe­rut. Namun, penyesalan ini dalam sedikit waktu sudah terlupa lagi kalau kita menghadapi makanan pedas yang segar enak bagi mulut itu! Kenyataannya demi­kianlah! Pengejaran kesenangan membuat kita buta dan baru setelah kesenangan itu terdapat lalu timbul hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti segala ma­cam kesenangan yang memiliki muka gan­da sehingga senang dan susah tak terpisah­kan, lalu timbul penyesalan! Jadi penyesalan itu pada hakekatnya timbul karena aki bat dari kesenangan itu mendatangkan kesusahan kepada kita! Jadi bukanlah si perbuatan sesat itu sendiri yang kita sesalkan, melainkan si akibat yang buruk dari perbuatan yang mendatangkan ke­senangan itu!

Semua ini akan nampak jelas sekali kalau kita waspada terhadap segala gerak-gerik lahir batin kita sendiri, kalau kita waspada terhadap segala sesuatu yang bergerak dalam pikiran kita. Kewaspadaan inilah kesadaran dan kesadaran inilah pengertian, dan pengertian melahirkan perbuatan yang spontan, perbuatan yang tidak lagi dikendalikan oleh pertimbangan dan penilaian pikiran. Karena perbuatan yang dikendalikan oleh pikiran, oleh si aku, sudah pasti perbuat­an itu berdasarkan untung rugi bagi si aku, dan perbuatan seperti ini sudah pasti menimbulkan konflik yang kemudian berakhir dengan kedukaan, termasuk penyesalan yang tiada gunanya itu. Kewaspadaan setiap saat terhadap diri sendirilah yang akan melenyapkan perbuatan-perbuatan sesat yang hanya terjadi dan hanya dilakukan dalam keadaan TIDAK SADAR. Bukan penyesalan yang me­lenyapkan kesesatan-kesesatan itu!

Yang amat penting untuk kita sadari adalah bahwa kewaspadaan setiap saat terhadap diri sendiri lahir batin ini ha­ruslah tidak dikendalikan oleh si aku! Jadi yang ada hanyalah pengamatan saja, kewaspadaan saja, kesadaran akan diri sendiri tanpa ada aku yang mengamati, tanpa ada aku yang waspada dan sadar! Karena kalau ada si aku yang mengatur dan mengendalikan semua kewaspadaan dalam pengamatan itu, maka itu hanya permainan pikiran atau si aku yang tentu mengandung pamrih dalam pengamatan itu, pamrih untuk sesuatu, untuk mencapai sesuatu, entah yang sesuatu itu dinamai kesenangan, kedamaian, kesucian dan sebagainya. Dan semua tindakan dari pikiran atau si aku yang selalu mengejar kesenangan pastilah menimbulkan konflik dan kesengsaraan

|

This page is powered by Blogger. Isn't yours?