<$BlogRSDUrl$>

Tuesday, April 27, 2004

Rasa keakuan dan pamrih pribadi 

Baik itu dinamakan kecabulan, ke­maksiatan, yang menjurus kepada per­buatan kejahatan, maupun yang dinamakan pengejaran cita-cita, ambisi yang menjurus kepada persaingan dan perebut­an kedudukan sampai kepada perang, sampaipun kepada pengejaran terhadap apa yang dianggap murni dan agung, seperti daya upaya untuk menjadi orang baik, orang suci, atau tempat yang damai di alam baka, semua itu mempunyai dasar dan sifat yang sama, yaitu pamrih untuk menyenangkan diri sendiri!

Me­ngejar dan memperebutkan uang, ke­dudukan, wanita, nama besar, kehormatan dan sebagainya itu dapat mendatangkan kesenangan! Demikian pula, orang me­ngejar kedamaian di alam fana maupun baka karena mengganggap bahwa ke­damaian itu menyenangkan. Boleh saja dipakai kata lain untuk kesenangan, misal­nya kebahagiaan. Karena menganggap bahwa semua yang dikejar itu akan men­datangkan kebahagiaan, maka terjadilah pengejaran-pengejaran itu.

Jadi, semua tindakan itu didasari oleh keinginan memperoleh sesuatu! Yaitu pamrih! Kita lupa bahwa segala sesuatu yang didorong oleh pamrih sudah pasti akan mendatangkan konflik dan pertentangan. Pamrih adalah pementingan diri pribadi, dan pementingan diri pribadi inilah yang menimbulkan konflik, baik konflik dalam batin sendiri maupun konflik dengan orang lain.

Orang yang mengejar-ngejar uang akan menyamakan diri dengan uang itu dan uang dianggap lebih penting dari­pada apa saja. Sama pula dengan pe­ngejaran terhadap kedudukan, dan sebagainya. Jadi bukan si kedudukan, si uang, si kehormatan, si keluarga, si bangsa, yang penting, melainkan si aku! Maka terjadilah demikian : Yang dibela mati-matian adalah uangku, kedudukanku, kehormatanku, keluargaku, bangsaku, agamaku dan selanjutnya yang berpusat kepada si aku. Uang orang lain, kehor­matan orang lain, bangsa orang lain, agama orang lain, sama sekali tidak masuk hitungan! Tentu saja sikap ini memancing datangnya pertentangan. Ini sudah amat jelas, bukan? Dapatkah kita hidup tanpa pamrih ini, tanpa adanya si aku yang mendorong segala perbuatan kita menjadi tindakan pementingan si aku? Hanya kalau sudah begini, maka uang, kedudukan, kehormatan, keluarga, bangsa, agama dan lain-lain memiliki arti dan nilai yang sama sekali berbeda!

|

This page is powered by Blogger. Isn't yours?