Saturday, January 06, 2007
Catatan harian seorang pramugari
Saya adalah seorang pramugari biasa dari Hawa Airline, karena
bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak
mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayani
penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.
Pada tanggal 31 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat
perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Mojokerto menuju Surabaya,
penumpang sangat penuh pada hari ini.
Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah
karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang
berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan
pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju
seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika
melewati baris ke 2, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk
dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua
bagaikan patung.
Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan
tangan menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi
tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya
duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia
duduk dengan tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga
ditolak olehnya.
Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia
sakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet
tetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut
merusak barang didalam pesawat.
Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan
menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat
menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke
penumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami
meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kami
mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah,
kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan
spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan
kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak
percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan
meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak
diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya
perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik
mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minunam
kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun
kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.
Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang
meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.
Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik,
putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah
ditingkat tiga di Surabaya. anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua
orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut
tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini
orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Surabaya, anak
sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga
membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke
Surabaya, tetapi ditolak olehnya karena
dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat
pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.
Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak
bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh
menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras
membawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan
hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur,
akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasi tempat
duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung
tersebut.
Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia
selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia
tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah
sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia
menanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakan
makanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah
melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk
anaknya, kami semua sangat kaget.
Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata
seorang desa menjadi begitu berharga.
Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan
terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami
bagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akan kami
berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian
kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak
menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulus tersebut
benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran
berharga bagi saya.
Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa
menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang
terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat,
sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya
lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah kami,
mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakan bahwa kami
semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami di desa hanya
makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang
begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidak
memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya
tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian.
Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia
mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan
menyuruh seseorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari
lapangan terbang.
Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang
sudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain, tetapi
belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya menjalankan
tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan,
hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70
tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan
terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan
menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak
bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat
saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat
berharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang dari
penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan
mensyukuri apa yang kita dapat.
Diambil dari Airputih
|
bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak
mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayani
penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.
Pada tanggal 31 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat
perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Mojokerto menuju Surabaya,
penumpang sangat penuh pada hari ini.
Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah
karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang
berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan
pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju
seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika
melewati baris ke 2, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk
dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua
bagaikan patung.
Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan
tangan menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi
tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya
duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia
duduk dengan tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga
ditolak olehnya.
Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia
sakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet
tetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut
merusak barang didalam pesawat.
Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan
menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat
menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke
penumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami
meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kami
mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah,
kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan
spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan
kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak
percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan
meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak
diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya
perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik
mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minunam
kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun
kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.
Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang
meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.
Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik,
putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah
ditingkat tiga di Surabaya. anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua
orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut
tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini
orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Surabaya, anak
sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga
membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke
Surabaya, tetapi ditolak olehnya karena
dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat
pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.
Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak
bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh
menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras
membawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan
hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur,
akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasi tempat
duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung
tersebut.
Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia
selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia
tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah
sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia
menanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakan
makanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah
melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk
anaknya, kami semua sangat kaget.
Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata
seorang desa menjadi begitu berharga.
Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan
terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami
bagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akan kami
berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian
kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak
menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulus tersebut
benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran
berharga bagi saya.
Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa
menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang
terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat,
sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya
lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah kami,
mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakan bahwa kami
semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami di desa hanya
makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang
begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidak
memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya
tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian.
Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia
mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan
menyuruh seseorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari
lapangan terbang.
Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang
sudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain, tetapi
belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya menjalankan
tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan,
hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70
tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan
terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan
menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak
bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat
saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat
berharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang dari
penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan
mensyukuri apa yang kita dapat.
Diambil dari Airputih